Persekutuan
kerajaan Gowa dan Tallo disebut
A, Gowah
B, Makasar
C, Telum Pucu
D, Gowa Tallo
JAWABAN :
Untuk kali ini saya
tidak memposting jawabanya.
Selamat Belajar dan
Semoga Sukses.
KETERANGAN :
Pada abad ke-15 M di Sulawesi
Selatan telah berdiri beberapa kerajaan. Dari suku bangsa Makassar, yaitu Goa
dan Tallo, sedangkan dari suku bangsa Bugis, yaitu Luwu, Bone, Soppeng, dan
Wajo. Raja-raja suku bangsa Makassar bergelar Karaeng dan raja-raja suku bangsa
Bugis bergelar Aru (Arung). Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan itu selalu
berusaha saling menaklukkan. Kerajaan Luwu memulai ekspansinya ke Kerajaan
Sidenreng yang berlanjut ke Kerajaan Bone. Dalam pertempuran dengan Bone, Raja
Luwu, yaitu Rajadewa tidak berkutik melawan Raja Arumpone. Rajadewa terpaksa
menandatangani perjanjian yang disebut Polo Malelae di Unnyi. Sejak saat itu,
kedudukan Luwu tergeser oleh Bone dalam percaturan politik di Sulawesi Selatan.
Kerajaan Bone terdiri dari tujuh
negeri kecil, yaitu Ujung, Tibojong, Ta, Tanere Riattang, Tanete Riawang,
Ponceng, dan Macege. Setiap negeri kecil dipimpin oleh seorang Matoa atau Daeng
Kalula. Di bawah pemerintahan La Tenrisukki dan La Wulio Botee, beberapa kali
Bone mendapat serangan dari Luwu, namun selalu dapat digagalkan berkat kerja
sama dengan Kerajaan Goa-Tallo.
Seperti halnya Bone, Kerajaan Goa
semula terdiri atas Sembilan negeri kecil, yaitu Tombolo, Lakiung, Parang-Parang,
Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalli. Ketika Goa diperintah
Tumaparisi-Kallonna, Goa disatukan dengan Kerajaan Tallo yang diperintah
Tunipasuruk pada pertengahan abda ke-15 M. Kedua kerajaan saling melengkapi
kelebihan masing-masing untuk membesarkan kerajaan. Goa memberikan andil dengan
kehebatan militernya, sedangkan Tallo memberikan sumbangan penguasaan
administrasi pemerintahan dan kemampuan berhubungan dengan pedagang-pedagang
asing. Kedua kerajaan kembar itu kemudian memilih Sombaopo sebagai ibukotanya.
Kerajaan Goa-Tallo dikenal juga sebagai Kerajaan Makassar, padahal Makassar
menunjukkan nama suku bangsa yang memerintah di dua kerajaan tersebut.
Kerajaan Goa-Tallo kemudian
melancarkan politik ekspansi ke wilayah sekitarnya. Akibat ekspansi itu,
Kerajaan Siang, Bone, Suppa, Sawitno, dan lain-lain dapat ditaklukkan. Namun,
Kerajaan Bone bangkit kembali menentang kekuasaan Goa-Tallo. Pada tahun 1528 M
Bone membuat persekutuan bersama Kerajaan Wajo dan Soppeng saudara dengan nama
Tellumpocco (tiga kekuasaan) yang diikrarkan di Desa Burune. Dalam persekutuan
itu, Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara
bungsu. Tujuan pemberontakkan Tellumpocco adalah untuk menghadang usaha
perluasan kekuasaannya yang dilakukan Kerajaan Goa-Tallo.
Sejak abad ke-16 para pedagang
muslim telah berdagang ke Sulawesi Selatan. Beberapa ulama Sumatera Barat,
seperti Datok ri Bandang, Datok Sulaeman, dan Datok ri Tiro tiba juga di
Sulawesi Selatan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Pada tahun 1605 M
Penguasa Goa-Tallo memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam, Daeng Manrabbia
(Raja Goa) mendapat gelar Sultan Alauddin, sedangkan Karaeng Matoaya (Raja
Tallo yang merangkap Mangkubumi Goa) memperoleh gelar Sultan Abdullah Awalul Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, Kesultanan Goa-Tallo berusaha menyebarkan
ajaran agama Islam ke kerajaan-kerajaan lainnya.
Upaya Kesultanan Goa-Tallo ternyata
ditentang oleh persekutuan Tellumpocco. Persekutuan ini semula amat efektif
dalam merintangi cita-cita Goa-Tallo meluaskan pengaruh Islam. Soppeng tunduk
pada tahun 1609 M, Wajo tahun 1610 M, dan Bone tahun 1611 M. Kerajaan-kerajaan
suku Bugis itu kemudian menganut Islam. Walaupun ketiga kerajaan itu telah
dikalahkan, namun Kesultanan Goa-Tallo memberi keleluasaan kepada mereka untuk
tetap mempertahankan keberadaan persekutuan Tellumpocco.
Setelah mengalahkan Tellumpocco,
Kesultanan Goa-Tallo (Kesultanan Makassar) memperoleh kemajuan yang amat pesat,
terutama di bidang perdagangan. Kemajuan di bidang perdagangan ini disebabkan
hal berikut :
Banyak pedanag yang hijrah ke
Makassar setelah Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis tahun 1511 M.
Orang-orang Makassar dan Bugis
terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat mengamankan wilayah lautnya.
Tersedianya rempah-rempah yang
banyak didatangkan dari Maluku.
Kesultanan Makassar memiliki letak
yang strategis di jalur lalu lintas laut Malaka-Maluku. Untuk menjamin dan
mengatur perdagangan dan pelayaran di wilayahnya, Makassar mengeluarkan undang-undang
dan hokum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna Pabalue.
Undang-undang ini dimuat dalam buku Lontana Amanna Coppa. Kejayaan Makassar
dicapai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said (1639-1653 M) dan Sultan
Hasanuddin (1653-1669 M), Kedua Sultan ini telah membawa Makassar sebagai
daerah dagang yang sangat maju dengan pesat. Selain itu, kekuasaan Makassar
telah mencapai ke Pulau Solor di Nusa Tenggara.