Laman

15 May 2013

Persekutuan kerajaan Gowa dan Tallo disebut


Persekutuan kerajaan Gowa dan Tallo disebut

A, Gowah
B, Makasar
C, Telum Pucu
D, Gowa Tallo

JAWABAN :
Untuk kali ini saya tidak memposting jawabanya.
Selamat Belajar dan Semoga Sukses.

KETERANGAN :
Pada abad ke-15 M di Sulawesi Selatan telah berdiri beberapa kerajaan. Dari suku bangsa Makassar, yaitu Goa dan Tallo, sedangkan dari suku bangsa Bugis, yaitu Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo. Raja-raja suku bangsa Makassar bergelar Karaeng dan raja-raja suku bangsa Bugis bergelar Aru (Arung). Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan itu selalu berusaha saling menaklukkan. Kerajaan Luwu memulai ekspansinya ke Kerajaan Sidenreng yang berlanjut ke Kerajaan Bone. Dalam pertempuran dengan Bone, Raja Luwu, yaitu Rajadewa tidak berkutik melawan Raja Arumpone. Rajadewa terpaksa menandatangani perjanjian yang disebut Polo Malelae di Unnyi. Sejak saat itu, kedudukan Luwu tergeser oleh Bone dalam percaturan politik di Sulawesi Selatan.

Kerajaan Bone terdiri dari tujuh negeri kecil, yaitu Ujung, Tibojong, Ta, Tanere Riattang, Tanete Riawang, Ponceng, dan Macege. Setiap negeri kecil dipimpin oleh seorang Matoa atau Daeng Kalula. Di bawah pemerintahan La Tenrisukki dan La Wulio Botee, beberapa kali Bone mendapat serangan dari Luwu, namun selalu dapat digagalkan berkat kerja sama dengan Kerajaan Goa-Tallo.

Seperti halnya Bone, Kerajaan Goa semula terdiri atas Sembilan negeri kecil, yaitu Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalli. Ketika Goa diperintah Tumaparisi-Kallonna, Goa disatukan dengan Kerajaan Tallo yang diperintah Tunipasuruk pada pertengahan abda ke-15 M. Kedua kerajaan saling melengkapi kelebihan masing-masing untuk membesarkan kerajaan. Goa memberikan andil dengan kehebatan militernya, sedangkan Tallo memberikan sumbangan penguasaan administrasi pemerintahan dan kemampuan berhubungan dengan pedagang-pedagang asing. Kedua kerajaan kembar itu kemudian memilih Sombaopo sebagai ibukotanya. Kerajaan Goa-Tallo dikenal juga sebagai Kerajaan Makassar, padahal Makassar menunjukkan nama suku bangsa yang memerintah di dua kerajaan tersebut.

Kerajaan Goa-Tallo kemudian melancarkan politik ekspansi ke wilayah sekitarnya. Akibat ekspansi itu, Kerajaan Siang, Bone, Suppa, Sawitno, dan lain-lain dapat ditaklukkan. Namun, Kerajaan Bone bangkit kembali menentang kekuasaan Goa-Tallo. Pada tahun 1528 M Bone membuat persekutuan bersama Kerajaan Wajo dan Soppeng saudara dengan nama Tellumpocco (tiga kekuasaan) yang diikrarkan di Desa Burune. Dalam persekutuan itu, Bone diakui sebagai saudara tua, Wajo saudara tengah, dan Soppeng saudara bungsu. Tujuan pemberontakkan Tellumpocco adalah untuk menghadang usaha perluasan kekuasaannya yang dilakukan Kerajaan Goa-Tallo.


Sejak abad ke-16 para pedagang muslim telah berdagang ke Sulawesi Selatan. Beberapa ulama Sumatera Barat, seperti Datok ri Bandang, Datok Sulaeman, dan Datok ri Tiro tiba juga di Sulawesi Selatan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Pada tahun 1605 M Penguasa Goa-Tallo memeluk agama Islam. Setelah masuk Islam, Daeng Manrabbia (Raja Goa) mendapat gelar Sultan Alauddin, sedangkan Karaeng Matoaya (Raja Tallo yang merangkap Mangkubumi Goa) memperoleh gelar Sultan Abdullah Awalul Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, Kesultanan Goa-Tallo berusaha menyebarkan ajaran agama Islam ke kerajaan-kerajaan lainnya.

Upaya Kesultanan Goa-Tallo ternyata ditentang oleh persekutuan Tellumpocco. Persekutuan ini semula amat efektif dalam merintangi cita-cita Goa-Tallo meluaskan pengaruh Islam. Soppeng tunduk pada tahun 1609 M, Wajo tahun 1610 M, dan Bone tahun 1611 M. Kerajaan-kerajaan suku Bugis itu kemudian menganut Islam. Walaupun ketiga kerajaan itu telah dikalahkan, namun Kesultanan Goa-Tallo memberi keleluasaan kepada mereka untuk tetap mempertahankan keberadaan persekutuan Tellumpocco.

Setelah mengalahkan Tellumpocco, Kesultanan Goa-Tallo (Kesultanan Makassar) memperoleh kemajuan yang amat pesat, terutama di bidang perdagangan. Kemajuan di bidang perdagangan ini disebabkan hal berikut :
Banyak pedanag yang hijrah ke Makassar setelah Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis tahun 1511 M.
Orang-orang Makassar dan Bugis terkenal sebagai pelaut ulung yang dapat mengamankan wilayah lautnya.
Tersedianya rempah-rempah yang banyak didatangkan dari Maluku.

Kesultanan Makassar memiliki letak yang strategis di jalur lalu lintas laut Malaka-Maluku. Untuk menjamin dan mengatur perdagangan dan pelayaran di wilayahnya, Makassar mengeluarkan undang-undang dan hokum perdagangan yang disebut Ade Allopiloping Bacanna Pabalue. Undang-undang ini dimuat dalam buku Lontana Amanna Coppa. Kejayaan Makassar dicapai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said (1639-1653 M) dan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M), Kedua Sultan ini telah membawa Makassar sebagai daerah dagang yang sangat maju dengan pesat. Selain itu, kekuasaan Makassar telah mencapai ke Pulau Solor di Nusa Tenggara.

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Kolom komentar terdapat opsi anonim